Reposisi Peran Perempuan Dalam Nilai-Nilai Pancasila
Perilaku diskriminatif kepada perempuan diruang publik maupun dalam rumah tangga selalu menjadi fenomena yang tidak kunjung usai. Peristiwa tindakan kekerasan fisik, seksual ataupun psikis terhadap kaum perempuan di Indonesia sering dijumpai dalam setiap berita informasi yang disuguhkan media massa, bahkan tak jarang negara melakukan pembenaran terhadap tindakan tersebut. Tindakan diskriminatif terhadap perempuan dalam ranah politik masih dapat dilihat dari kedudukannya sebagai pihak pelengkap sehingga hak mereka jauh dari situasi yang seharusnya diberikan. Jika mengacu pada dasar negara tidak ada yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, cukup jelas tindakan diskriminatif yang menimpa banyak perempuan dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran atas hak asasi manusia.
Pancasila sebagai dasar negara terbaik dan final bagi bangsa Indonesia memiliki sila-sila secara nyata mengahargi kedudukan dan peran perempuan baik diranah domestic maupun public. Tak hanya itu, kebebasan perempuan demi memajukan diri dalam rangka mewujudkan tujuan nasionlpun dirangkum dalam butir-butir pancasila. Pancasila merupakan bintang penuntun untuk indoneia bebas diskriminasi dan basic sisystem peran perempuan untuk turut membangun Indonesia, jika kita memahami dengan seksama nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Sila pertama menyebutkan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi fondasi mendasar bagi setiap tindakan manusia, termasuk hubungan sesama manusia, antara laki-laki dan perempuan. Nilai kerukunan tersebut hanya mampu terwujud jika fungsi domestic dan public berjalan seimbang dan sadar bahwa tiada yang lebih unggul dihadapan tuhan kecuali tingginya derajat ketaqwaan. Sila Ketuhanan ini, menjadi dasar utama yang tidak hanya menyatakan bahwa bangsa Indonesia ber-Tuhan, akan tetapi juga menjadikan masyarakat berkeyakinan tanpa ada egoisme agama.
Untuk dapat memerankan diri secara seimbang di sektor domestik dan publik tentunya upaya untuk meningkatkan kualitas diri kaum perempuan dan perlu disertai penciptaan dukungan sistem sosial (social support system) yang memungkinkan perempuan dapat memenuhi tuntutan formal obyektif lingkungan kerja dan menunjukkan prestasi. Sedangkan di sektor domestik perempuan dapat membina interaksi sosial keluarganya secara imbang dalam suasana harmonis dan penuh keyakinan pada sang pencipta.
Sila Kedua merupakan konsep peri kemanusiaan atau internasionalisme yang berarti bangsa Indonesia menghargai hak asasi semua bangsa demi penguatan nasionalisme itu sendiri. Pengakuan hak asasi setiap bangsa diakui, termasuk juga hak asasi laki-laki maupun perempuan. Keduanya diakui untuk pembangunan nasional bangsa yang lebih baik.
Berbagai perspektif yang bias gender dalam pelaksanaan pembangunan selama ini perlu dikoreksi. Agar visi dan misi serta tujuan dan sasaran pemberdayaan perempuan diarahkan untuk tetap mempertahankan nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan. Semua ini harus dilakukan dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dalam merealisasikan upaya tersebut, pemerintah harus mempunyai komitmen yang sungguh-sungguh untuk merealisasikan kesetaraan gender (gender equality), dengan terciptanya kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan, ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan serta mendapat perlakuan yang sama dalam menikmati pembangunan.
Sila Ketiga merupakan konsepsi dari persatuan Indonesia memiliki makna kesatuan bangsa diatas kepentingan golongan maupun pribadi. Sila ini sangat brbahaya jika tidak difahami dengan baik dari seluruh unsur, terlebih perempuan. Mengapa demikian? contoh, maraknya forum-forum berhijrah yang dipelopori perempun dimana mengnut idiologi yang bertetangan dengan idiologi Pancasila. Tak cukup difahami, perempuan secara naluriah merupaan guru pertama bagi anaknya yang berarti doktrinasi pemikiran radikal dan fanatisme akan lebih mengakar, jika nilai-nilai pancaila ini tidak diresapi dengan baik.
Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Prinsip ketiga adalah mufakat atau demokrasi. Menurut Ir. Soekarno, syarat mutlak kuatnya suatu negara adalah karena adanya permusyawaratan, perwakilan. Musyawarah merupakan jati diri bangsa yang oleh filsafat barat disebut dengan istilah demokrasi. Tanpa menyebutkan demokrasi, Ir. Soekarno tetap mengindahkan berbagai kepentingan, aspirasi dan pendapat masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan.
Menurut junainah dalam jurnalnya yang berjudul Partisipasi Perempuan Terhadap Pengambilan Keputusan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Yang Demokratis, telah banyak kajian dan pengaturan mengenai relasi perempuan dengan pengambilan keputusan dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan. Hal itu didorong pula secara Internasional pada tahun 1995 dalam Konferensi Perempuan se-Dunia keempat di Beijing, yang menghasilkan rekomendasi dengan penyebutan Beijing Platform for Action. Deklarasi ini telah mendorong rencana aksi di berbagai negara, termasuk di Indonesia, di antaranya untuk menargetkan pencapaian keterwakilan perempuan di Parlemen 33,3 persen. Pencanangan yang demikian merupakan strategi agar perempuan dapat turut serta dalam pengambilan keputusan. Karenanya, posisi perempuan di parlemen diyakini berpengaruh secara langsung untuk mempengaruhi hukum yang dibentuk.
Namun, representasi perempuan dalam bidang politik boleh dikatakan masih jauh dari apa yang diharapkan. Pendidikan politik merupakan salah satu aktivitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada setiap individu maupun kelompok. Proses pendidikan politik dilakukan agar masyarakat luas dapat menjadi warga negara yang sadar dan menjunjung tinggi akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa, dan bernegara, serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, semula menduduki prinsip ke empat yaitu kesejahteraan sosial. Menurut Ir.Soekarno, prinsip ini berkaitan erat dengan sila sebelumnya yaitu demokrasi. Bahwa tugas demokrasi adalah untuk mendatangkan kesejahteraan sosial, bukan individu, kelompok, ataupun jenis kelamin tertentu.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini dan masih berlanjut di masa depan serta perkembangan yang demikian hebat dan cepat sehingga pengaruh perkembangan tersebut terasa dalam segala bidang dan aspek kehidupan manusia. Pembangunan peran perempuan telah dilaksanakan, banyak hasil yang dicapai misalnya peningkatan ragam peran yang dimainkan perempuan. Pada era millinium, upaya mereposisi peran dan fungsi perempuan sangatlah tepat untuk lebih memacu mewujudkan cita-cita kesejaheraan sosial dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.